Darurat Narkoba, DPRD Jabar Konsultasi dengan BNN

Jakarta, GB - DPRD Jabar mengonsultasikan bahaya darurat narkoba kepada Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat berkaitan dengan penyelahgunaan narkoba. Di Jabar, sebanyak 4 juta orang diantaranya sebagai pengguna dan pecandu narkoba. Bahkan, Instansi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dijabar sebanyak 9.235 orang untuk selalu diawasi berkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. 

Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat, Yomanius Untung mengatakan, berkaitan dengan status Jawa Barat sebagai darurat narkoba, diperlukan masukan dari BNN Pusat tentang pencegahan narkoba. Data yang diperoleh dari BNN Provinsi Jabar, pecandu dan pengguna narkoba meningkat hingga 800 ribu orang pertahun. Perkembangannya sangat signifikan dan bertolak belakang dengan upaya pencegahan. Berbagai program pemprov Jabar dari berbagai instansi gencar dilakukan untuk menghalau bahaya narkoba, tetapi tentu akan kewalahan. Sasaran dari penyalahgunaan narkoba menyerang  usia produktif  mulai dari usia 15 hingga 20 tahunan. Karena itu, sudah seharusnya upaya pencegahan yang diperkuat kebijakan harus dilakukan untuk menangkal bahaya narkoba tersebut.

“Narkoba ini setiap hari menyerang generasi kita, tidak mengenal waktu, bahkan diusia produktif,” ujar Untung di BNN Pusat, Jakarta, Kamis (2/7/2015).

Dia menambahkan, dukungan pemerintah pusat kepada daerah sangat penting untuk menstimulus melalui kebijakan publik mengenai darurat narkoba. Apalagi, kata dia, Jabar disinyalir sebagai darurat narkoba terbesar kedua ditingkat nasional. Sehingga, pemerintah daerah serius untuk mengoptimalkan kebijakan untuk memerangi bahaya narkoba.

“Ini sebagai bentuk keseriusan kami (anggota DPRD-red) untuk melawan narkoba” katanya.  

Sementara, Kepala Biro Organisasi dan Kepegawaian BNN Pusat, Dunan Ismail mengatakan, bahaya narkoba menjadi isu nasional dan menjadi tanggung jawab bersama dalam memeranginya. Narkoba tidak akan terhapus bersih dengan mudah, tetapi hanya bersifat meminimalisasi. Pemahaman pencegahan tidak hanya mengacu pada skala nasional, tetapi juga pencegahan narkoba dari tingkat internasional hingga penanganan terhadap masyarakat pengguna narkoba harus dijadikan referensi.

“Sementara, selama ini masyarakat memandang bahaya narkoba menjadi tanggung jawab pemerintah. Padahal rehabilitasi penyalahgunaan dan pecandu narkoba menjadi tanggung jawab kita,” ujar Dunan.

Untuk memutus jaringan narkoba, lanjut Dunan, harus dilumpuhkan melalui informasi dan teknologi dan tindak pidana pencucian uang dalam konteks memiskinkan para bandar narkoba. Seperti diketahui belakangan ini banyak penegak hukum yang tersandung kasus narkoba mulai dari pengguna hingga terlibat menjadi pengedar. Apalagi jaringan tersebut bergerak di Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang seharusnya menjadi tempat rehabilitasi bagi pengguna narkoba. Sehingga mata rantai tersebut harus diputus sekalipun banyak keterlibatan aparat.

“Kalau dimiskinkan hingga bandar tersebut benar-benar tidak punya uang untuk bertransaksi, apalagi yang mau diedarkan,” katanya.

Di tegaskan Deputi Rehabilitasi BNN Pusat, Brigjen Pol Ida Utari mengatakan, Indonesia tengah berstatus darurat narkoba dengan rata-rata kematian hingga 12 ribu orang pertahun. Setidaknya 30 orang meninggal akibat penyalahgunaan narkoba. Akibat yang ditimbulkan mulai dari penyakit HIV, hepatitis dan lainnya. Rata-rata pengguna narkoba rentang usia 10 hingga 59 tahun. Pecandu umumnya merasakan sensasi yang berbeda dengan orang yang tidak menggunakan narkoba.